PRAKATA
Dengan
memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat
dan hidayahNya, BSNP telah dapat mengembangkan Standar Kompetensi Lulusan (SKL)
untuk satuan pendidikan dan Standar Kompetensi Lulusan Kelompok Mata Pelajaran
(SKL-MP). Standar Kompetensi Lulusan merupakan bagian dari upaya peningkatan
mutu pendidikan yang diarahkan untuk pengembangan potensi peserta didik sesuai
dengan perkembangan ilmu, teknologi, seni, serta pergeseran paradigma
pendidikan yang berorientasi pada kebutuhan peserta didik.
Standar
Kompetensi Lulusan adalah salah satu dari delapan standar nasional pendidikan
sebagaimana tertuang dalam Bab II pasal 2 (1) Pemerintah Pemerintah Nomor 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, meliputi standar isi, standar
proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan,
standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan
standar penilaian pendidikan.
Penyusunan
Standar Kompetensi Lulusan ini melalui proses yang dimulai dengan dibentuknya
Tim Penyusunan Standar Kompetensi Lulusan yang terdiri dari beberapa pakar
bidang keilmuan dari beberapa universitas dan institusi. Tim Penyusun ini
melakukan serangkaian kajian bersama Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dengan
berpedoman pada Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan yang menghasilkan draft Standar Kompetensi Lulusan. Proses
selanjutnya, draft Standar Kompetensi Lulusan divalidasi oleh para pakar yang
berasal dari pakar pendidikan, pakar bidang ilmu, dan praktisi pendidikan yang
melibatkan para guru, kepala sekolah, dan Dinas Pendidikan
kabupaten/kota/propinsi. Hasil validasi ini merupakan masukan untuk revisi
draft Standar Kompetensi Lulusan.
Pada tahap
akhir, Standar Kompetensi Lulusan yang sudah divalidasi dipresentasikan dalam
uji publik, yang melibatkan berbagai kalangan yaitu pengamat pendidikan,
peneliti pendidikan, LSM pendidikan, dewan pendidikan propinsi/kabupaten/kota,
organisasi profesi pendidikan, organisasi keagamaan yang menyelenggarakan
pendidikan, serta media masa. Hasil uji publik Standar Kompetensi Lulusan
disempurnakan melalui sidang BSNP.
Akhirnya, kami
mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak, baik yang terlibat secara
langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan Standar Isi ini. Semoga Allah
SWT tetap memberikan petunjuk terhadap upaya yang telah, sedang, dan yang akan
kita lakukan untuk peningkatan mutu pendidikan di Indonesia.
Jakarta,
Januari 2006
Badan Standar
Nasional Pendidikan
DAFTAR ISI
PRAKATA
|
i
|
|||
DAFTAR ISI
|
ii
|
|||
BAB I
|
PENDAHULUAN
|
|||
A.
|
Latar Belakang
|
1
|
||
B.
|
Landasan
|
1
|
||
C.
|
Fungsi
|
8
|
||
BAB II
|
PENYUSUNAN STANDAR KOMPETENSI
LULUSAN
|
|||
A.
|
Pengertian
|
9
|
||
B.
|
Proses
|
9
|
||
BAB III
|
STANDAR KOMPETENSI LULUSAN (SKL)
|
|||
A.
|
Standar Kompetensi Lulusan Satuan
Pendidikan (SKL-SP)
|
10
|
||
B.
|
Standar Kompetensi Kelompok Mata
Pelajaran (SK-KMP)
|
14
|
||
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pembangunan pendidikan yang dilakukan selama ini masih menghadapi
sejumlah tantangan, baik yang terkait dengan kondisi internal sistem pendidikan
nasional, maupun yang bersumber pada perubahan dalam segala aspek kehidupan, di
tingkat lokal, nasional, dan pada tatanan global. Kondisi tersebut menuntut
adanya sumber daya manusia yang memiliki daya saing tinggi. Pendidikan harus
mampu menghasilkan lulusan dengan kompetensi yang memadai. Itulah sebabnya
standar kompetensi lulusan pada satuan pendidikan perlu ditetapkan.
Reformasi peraturan perundang-undangan di bidang
pendidikan yang melahirkan Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional merupakan salah satu wujud nyata komitmen bangsa untuk
menghadapi tantangan-tantangan tersebut. Adanya Standar Pendidikan Nasional
yang terdiri dari: standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar
tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar
pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan (PP No. 19/2005) yang harus
ditingkatkan secara berencana dan berkala, merupakan salah satu amanat yang
perlu mendapat perhatian utama dari semua pihak.
Standar Kompetensi Lulusan (SKL) adalah bagian
dari standar nasional pendidikan yang merupakan kriteria kompetensi lulusan
minimal yang berlaku di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Dengan SKL, kita akan memiliki patok mutu (benchmark) baik
bersifat evaluasi mikro seperti kualitas proses dan kualitas produk
pembelajaran maupun bersifat evaluasi makro seperti kefektifan dan efisiensi
suatu program pendidikan, sehingga ke depan pendidikan kita akan melahirkan
standar mutu yang dapat dipertanggungjawabkan pada setiap jalur, jenis dan
jenjang pendidikan. SKL yang dijabarkan ke dalam Standar Kompetensi (SK) dan
Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran digunakan sebagai pedoman penilaian. Penyusunan
SKL Satuan Pendidikan merupakan agenda prioritas karena menjadi rujukan dalam penyusunan
standar-standar pendidikan lainnya.
B.
Landasan
1. Yuridis
a. Undang-undang No.20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional:
1) Pasal 1 butir 17: Standar nasional
pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah
hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2) Pasal 4 ayat (2): Pendidikan
diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan
multimakna
3) Pasal 4 ayat (5): Pendidikan
diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung
bagi segenap warga masyarakat.
4) Pasal 12 ayat (1) bagian e: Setiap peserta
didik pada setiap satuan pendidikan berhak: pindah ke program pendidikan pada
jalur dan satuan pendidikan lain yang setara
5) Pasal 17 ayat (2): Pendidikan dasar
berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang
sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP)
dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat. Pada bagian
penjelasan ayat ini: Pendidikan yang sederajat dengan SD/MI adalah program
seperti Paket A dan yang sederajat dengan SMP/MTs
adalah program seperti Paket B
6) Pasal 18 ayat (3): Pendidikan menengah
berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang
sederajat. Penjelasan Pasal 18 Ayat (3)
: Pendidikan yang sederajat dengan SMA/MA adalah program seperti Paket C.
7) Pasal 26 ayat (6): Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai
setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian
penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah
dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.
8) Pasal 27 ayat (2): Hasil pendidikan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diakui sama dengan pendidikan formal dan
nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional
pendidikan.
9) Penjelasan Pasal 15: Pendidikan kejuruan
merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk
bekerja dalam bidang tertentu.
b.
Peraturan
Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan:
1) Pasal 2 ayat (1): Lingkup standar nasional
pendidikan meliputi standar: (1) isi, (2) proses, (3) kompetensi lulusan, (4)
pendidik dan tenaga kependidikan, (5) sarana dan prasarana, (6) pengelolaan,
(7) pembiayaan, dan (8) penilaian pendidikan.
2) Pasal 1 butir 4: SKL adalah kualifikasi
kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Hal ini
lebih ditegaskan pada pasal 25 ayat (4) kompetensi lulusan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan (2) mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
3) Pasal 25 ayat (2): SKL sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi kompetensi untuk seluruh mata pelajaran atau
kelompok mata pelajaran dan mata kuliah atau kelompok mata kuliah.
4) Pasal 26 ayat (1): SKL pada jenjang
pendidikan dasar bertujuan untuk meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti
pendidikan lebih lanjut. Ayat (2): SKL pada jenjang pendidikan menengah umum
bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak
mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih
lanjut. Ayat (3): SKL pada jenjang pendidikan menengah kejuruan bertujuan untuk
meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta
keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai
dengan kejuruannya.
5) Pasal 6 (1): Kurikulum untuk jenis
pendidikan umum, kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah kelompok mata pelajaran terdiri atas:
a) agama dan akhlak mulia;
b) kewarganegaraan dan kepribadian;
c) ilmu pengetahuan dan teknologi;
d) estetika; dan
e) jasmani, olahraga, dan kesehatan.
6) Pasal 7
(1): Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia pada SD/MI/
SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/PAket C, SMK/MAK, atau bentuk
lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan agama,
kewarganegaraan, kepribadian, ilmu pengetahuan dan teknologi, estetika,
jasmani, olah raga, dan kesehatan. (2) Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan
dan kepribadian pada SD/MI/ SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/ PAket
C, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan
dan/atau kegiatan agama, akhlak mulia, kewarganegaraan, bahasa, seni dan
budaya, dan pendidikan jasmani. (3) Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan
dan teknologi pada SD/MI/SDLB/Paket A, atau bentuk lain yang sederajat
dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu
pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, ketrampilan/kejuruan, dan muatan lokal
yang relevan. (4) Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada
SMP/MTs/SMPLB/Paket B, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui
muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu
pengetahuan sosial, ketrampilan/kejuruan, dan/atau teknologi informasi dan
komunikasi, serta muatan lokal yang
relevan. (5) Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada
SMA/MA/SMALB/ Paket C, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui
muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu
pengetahuan sosial, ketrampilan/kejuruan, teknologi informasi dan komunikasi,
serta muatan lokal yang relevan. (6)
Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SMK/MAK, atau
bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan
bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, keterampilan,
kejuruan, teknologi informasi dan komunikasi, serta muatan lokal yang relevan. (7) Kelompok mata
pelajaran estetika pada SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/ MA/SMALB/Paket
C, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan
dan/atau kegiatan bahasa, seni dan budaya, ketrampilan, dan muatan lokal yang
relevan. (8) Kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan pada
SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/ SMALB/Paket C, SMK/ MAK,
atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan
pendidikan jasmani, olahraga, pendidikan kesehatan, ilmu pengatahuan alam, dan
muatan lokal yang relevan.
2. Akademis
a. Manusia dan Misi Kehidupan
Manusia merupakan makhluk yang dinamis
dalam memaknai hidup dan lingkungannya. Dengan bekal fitrah untuk selalu
mencari kebaikan, kebenaran, dan keindahan, manusia terus berupaya membangun
peradaban. Melalui peradaban ini manusia menjalani hidupnya secara terhormat
dan saling menghargai yang kelak akan dipertanggungjawabkan kepada Yang Maha
Pencipta. Kecerdasan majemuk (multiple
intelligence) dianugerahkan Tuhan kepada manusia sebagai potensi dasar
untuk tumbuh dan berkembang. Oleh karena itu, pendidikan perlu diarahkan untuk
memfasilitasi tumbuh dan berkembangnya kecerdasan majemuk agar peserta didik
menjadi manusia yang mampu menerapkan nilai-nilai keyakinan dan etikanya untuk
dapat hidup berdampingan dengan individu lain yang memiliki nilai keyakinan dan
etika berbeda secara terhormat dan saling menghargai.
b. Perkembangan Ilmu-Teknologi-Seni dan Perubahan
Sosial
Perkembangan ilmu, teknologi, dan seni
sebagai hasil cipta, rasa, dan karsa manusia telah memunculkan berbagai
perubahan gaya hidup masyarakat, termasuk terciptanya tatanan kehidupan
masyarakat global. Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang cepat, berbagai
inovasi muncul secara kreatif dalam
bingkai nilai dasar yang berbeda-beda. Perubahan sosial seperti itu terus
berubah dan berjalan secara cepat oleh karena interaksi manusia berada pada
ruang tanpa sekat kehidupan antar bangsa. Perubahan yang cepat serta
keberagaman nilai keyakinan, falsafah, dan budaya menimbulkan persaingan hidup
yang ketat dan terkadang memunculkan konflik sosial. Setiap individu harus
memiliki kelengkapan untuk memanfaatkan kesempatan belajar sepajang hayat, guna
memperluas pengetahuan, kecakapan, dan sikapnya, untuk mempersiapkan diri
menghadapi dunia yang kompleks, saling bergantung, dan senatiasa berubah. Oleh
karena itu, pendidikan perlu diarahkan untuk penguatan nilai dan identitas diri
peserta didik sebagai rujukan intelektual dengan tetap terbuka, adaptif, dan
kreatif dalam menghadapi perubahan.
c. Perkembangan Individu
Individu lahir
dengan potensi diri yang beragam, dan berkembang sejalan dengan pertumbuhan
usia masing-masing. Aktualisasi potensi-potensi itu terjadi dalam lingkungan
sosial di tempat masing-masing individu berada. Temuan ilmiah menunjukkan bahwa
perkembangan individu memiliki ciri yang universal.
Santrock (2006)
menyatakan bahwa perkembangan terdiri atas dimensi biologis, kognitif dan
sosio-emosional. Perkembangan manusia
bersifat lentur, artinya individu bisa berubah. Anak-anak biasanya lebih
lentur—lebih mudah berubah dibandingkan dengan orang tua. Perkembangan
bersifat multi arah; sepanjang hidup sebagian dimensi atau komponen akan
berkembang dan yang lainnya mengalami kemunduran. Perkembangan juga bersifat
kontekstual, artinya individu berubah dalam lingkungan yang juga berubah.
Pada dimensi biologis, bayi yang baru lahir bukanlah makhluk yang sama sekali tidak berdaya. Dia mempunyai refleks dasar, yang merupakan mekanisme untuk mempertahankan hidup (survival mechanism). Misalnya, refleks mengisap, yang memungkinkan bayi untuk mendapat makanan. Anak mengembangkan keterampilan motorik kasar dan halus, ia belajar jalan, memegang benda dengan menggunakan jari telunjuk dan jempol, dan lainnya. Anak prasekolah bisa berlari, melompat, memanjat, belajar naik sepeda roda tiga, dan keterampilan motorik lainnya. Ketika anak masuk sekolah, ia belajar menggunakan jari dan tangannya untuk menulis, menggambar, menyusun balok-balok, menggunakan pensil gambar atau crayon dengan baik, dan sebagainya. Olahraga berperan penting dalam pertumbuhan fisik dan perkembangan anak. Akan tetapi, banyak anak yang lebih suka duduk di depan televisi untuk menonton daripada bermain bola atau olahraga lainnya.
Dalam
perkembangan kognitif, Piaget (dalam Santrock, 2006) mengatakan bahwa ada 4
tahapan yang dilalui oleh setiap individu. Tahap pertama adalah sensori-motor
(0-2 tahun). Pada tahap ini, anak belajar memahami bahwa objek dan kejadian
akan terus ada walaupun benda atau kejadian tersebut tidak bisa secara langsung
dilihat, didengar atau disentuh. Dunia kognitif dari anak prasekolah adalah
kreatif, bebas dan imajinatif. Kemampuan imajinasi anak prasekolah berkembang
dan digunakan untuk memahami dunia sekelilingnya menjadi lebih baik.
Tahap
kedua dari perkembangan kognitif (± 2-7 tahun) adalah tahap pra-operasional.
Pada tahap ini, anak memperoleh kemampuan untuk secara mental merepresentasikan
objek yang sebenarnya tidak hadir. Kemampuan untuk berpikir secara simbolik ini
akan memperluas dunia mental anak. Pada tahap pra-operasional ini juga anak
mulai menggunakan penalaran yg sifatnya ‘primitif’; anak ingin mengetahui
jawaban terhadap segala macam pertanyaan (± 4-7 tahun). Di samping berbagai
kemampuan yang dipunyai anak pada tahap pra-operasional, Piaget menyatakan
bahwa pikiran pada usia prasekolah masih kurang terorganisir.
Pada
tahap operasional konkrit (± 7-11 tahun), anak bisa melakukan secara mental apa
yang sebelumnya mereka lakukan secara fisik. Pada tahap ini anak sudah
mempunyai kemampuan konservasi, yaitu
kesadaran bahwa mengubah penampilan suatu objek atau zat tidak akan mengubah
sifat kuantitatitfnya. Pada masa anak pertengahan dan akhir, terjadi perubahan
dalam kemampuan memproses informasi seperti pada memori, berpikir kritis, dan
berpikir kreatif.
Pada
tahap operasional formal (11 tahun ke atas), berpikir menjadi lebih abstrak dibandingkan
berpikir pada tahap operasional konkrit. Berpikir anak remaja tidak lagi
dibatasi pada hal-hal yang aktual dan konkrit. Anak dapat memikirkan kemungkinan yang hipotetis, dan dapat bernalar secara
logis tentang berbagai hal. Dua aspek perubahan dalam kemampuan pemrosesan
informasi remaja adalah pengambilan keputusan dan berpikir kritis.
Pada
usia dini, anak juga belajar untuk
mengatur emosinya. Regulasi emosi ini berlanjut terus dan menjadi aspek
perkembangan sosio-emosional penting pada masa anak. Orang tua dapat berperan
penting dalam membantu anak yang masih muda ini untuk mengatur emosinya.
Perkembangan
moral dimulai ketika orang tua atau orang dewasa lainnya mulai mengajarkan apa
yang baik dan buruk, memberikan konsekuensi positif untuk perilaku yang secara
sosial disetujui oleh orang tua, dan konsekuensi negatif untuk perilaku yang
melangar larangan orang tua. Perasaan positif seperti empati akan menyumbang
pada perkembangan moral anak. Walaupun empati dirasakan sebagai suatu keadaan
emosional, empati juga seringkali mempunyai komponen kognitif, yaitu kemampuan
untuk mengetahui keadaan psikologis dalam diri orang lain, atau yang biasanya
disebut kemampuan mengambil perspektif orang lain.
Pada
usia sekolah, anak mengembangkan pemahaman tentang diri dan harga dirinya. Harga
diri yang tinggi serta konsep diri yang positif merupakan ciri penting bagi
kesejahteraan anak. Anak juga menunjukkan peningkatan kesadaran tentang
pentingnya mengendalikan dan mengelola emosi untuk bisa diterima secara sosial.
Masa
remaja adalah masa dimana anak bereksperimen dengan berbagai peran dan
identitas yang mereka peroleh dari lingkungan budaya sekitar. Anak yang
berhasil mengatasi konflik identitas ini akan memiliki rasa ‘diri’ yang baru.
Masa remaja sejak lama digambarkan sebagai masa ‘topan dan badai’. Remaja
dipersepsikan sebagai berubah-ubah secara emosional, dan karena itu penting
bagi orang dewasa untuk memahami bahwa perubahan emosi ini merupakan aspek
normal dari perkembangan remaja dini. Keinginan untuk otonomi dan memiliki
tanggung jawab yang lebih besar merupakan bagian dari perkembangan normal ini.
Keterikatan (conformity) terhadap
kelompok teman sebaya dapat berdampak positif atau negatif. Remaja lebih terikat
(conform) terhadap aturan dan standar
teman sebaya dibandingkan dengan anak.
Rangsangan,
fasilitasi, serta pembelajaran yang diberikan oleh lingkungan, termasuk
lingkungan sekolah, dalam rangka mengembangkan potensi individu perlu
memperhatikan kebutuhan masing-masing anak. Salah satu prinsip yang tercantum
dalam Konvensi Hak Anak (KHA) adalah “yang terbaik bagi anak” (in the best interest of the child). Anak
yang mempunyai hambatan fisik, emosional, sosial, dan/atau intelektual (children with special needs) memerlukan
pendidikan yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensinya.
d. Pengalaman
Empirik
Sejak
proklamasi kemerdekaan, dunia pendidikan di Indonesia telah mengalami beberapa
kali pergantian kurikulum. Setiap kurikulum memiliki karakteristik yang berbeda
sesuai dengan kebutuhan zaman. Perubahan drastis dalam pengembangan kurikulum, yaitu
integrasi sistematis antara pendidikan dasar dan menengah dimulai pada tahun
1975, yaitu dengan diberlakukannya Kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah
tahun 1975 (Kurikulum 1975). Pengembangan kurikulum ini menggunakan pendekatan Prosedur
Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI), yang berorientasi pada pencapaian
tujuan.
Kurikulum
berikutnya, yaitu Kurikulum 1984 dan Kurikulum 1994, menekankan pada orientasi
akademik dan isi (academic and content
orientation). Masyarakat mengeritik bahwa kedua kurikulum tersebut cenderung
telah menghasilkan peserta didik yang hanya pandai menghafal. Kritik tersebut didukung
oleh hasil pengkajian para ahli dan evaluasi kurikulum yang menyatakan bahwa
kurikulum-kurikulum tersebut terlalu sarat materi sehingga guru cenderung
mengejar pencapaian target kurikulum yang mengarah pada kemampuan kognitif,
sedangkan kemampuan afektif dan psikomotorik kurang diperhatikan.
Kondisi
seperti diuraikan di atas terjadi karena tidak adanya standar yang dapat
digunakan sebagai acuan dalam peningkatan mutu pendidikan. Berdasarkan hal itu,
dan sesuai dengan amanat peraturan perundang-undangan pendidikan sudah saatnya
disusun standar nasional pendidikan.
e. Arah dan Peran Pendidikan
Pendidikan dapat dimaknai sebagai usaha
sadar untuk mengembangkan dan mengoptimalkan potensi peserta didik. Oleh karena
itu, pendidikan perlu diorganisasi dan diarahkan pada pencapaian lima pilar
pengetahuan: belajar untuk beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, belajar untuk mengetahui (learning to know), belajar untuk berbuat (learning to do), belajar untuk
hidup antar sesama secara berdampingan (learning
to live together), dan belajar untuk membentuk jati diri (learning to be).
Belajar untuk beriman kepada Tuhan Yang
Maha Esa, menekankan pada aspek keimanan dan pengembangan moral dan akhlak
mulia. Penguasaan pada aspek ini merupakan jalan bagi setiap peserta didik
untuk hidup bermartabat dan bersih.
Belajar untuk mengetahui (learning to know) lebih ditekankan pada
penguasaan akan instrumen untuk memahami pengetahuan. Penguasaan ini merupakan
jalan bagi setiap individu untuk hidup bermartabat, mengembangkan kecakapan
kerja, dan berkomunikasi. Belajar untuk mengetahui juga merupakan dasar untuk
mencapai kesenangan di dalam memahami, mengetahui, dan menemukan. Untuk dapat
belajar untuk mengetahui, peserta didik perlu belajar untuk belajar. Yang
terakhir ini memerlukan kekuatan konsentrasi, ingatan, dan pikiran.
Belajar untuk berbuat (learning to do) berkaitan dengan
bagaimana peserta didik menggunakan apa-apa yang telah dipelajarinya dalam
praktek. Pendidikan harus dapat mengantisipasi pekerjaan di masa depan tanpa
mengetahui secara persis pertumbuhan pekerjaan di masa depan itu. Belajar untuk
berbuat tidak semata-mata berarti mempersiapkan individu untuk melakukan suatu
tugas atau tindakan yang bersifat rutin, tetapi juga hal-hal yang baru dan tidak terduga. Oleh karena itu peserta didik juga perlu belajar tingkah laku
sosial, kerjasama, inisiatif, pengambilan resiko, berkomunikasi, bekerja dengan
orang lain, mengelola dan menyelesaikan konflik, dan mengelola informasi.
Belajar untuk hidup antarsesama secara
berdampingan (learning to live together)
perlu memberikan pengalaman seluas-luasnya kepada peserta didik untuk melakukan
kontak dan berkomunikasi dengan anggota kelompok (misalnya etnis atau agama)
lain. Kontak dan komunikasi ini perlu
terjadi dalam suasana egaliter dimana para pihak memiliki tujuan untuk memperoleh
manfaat bersama. Dengan kontak dan komunikasi tersebut, peserta didik diharapkan
memperoleh pemahaman dan penghargaan tentang orang lain secara arif. Sebelum
pemahaman dan penghargaan ini dapat diperoleh, peserta didik perlu mengenali
dirinya sendiri.
Belajar untuk membentuk jatidiri (learning to be) membawa implikasi bahwa
pendidikan harus memberikan kontribusi kepada pengembangan secara utuh setiap
individu dalam pikiran, jasmani, kecerdasan, kepekaan, rasa estetika,
tanggungjawab pribadi, dan nilai-nilai spiritual. Setiap manusia harus
diberdayakan untuk mengembangkan pemikiran merdeka dan kritis serta menyusun
penilaian sendiri, agar dapat menetapkan
bagi dirinya apa yang dia percayai harus dilakukan dalam beragam situasi
kehidupan. Pendidikan harus memberdayakan peserta didik untuk memecahkan
masalah, membuat keputusan, dan memikul tanggungjawab. Peserta didik harus
secara terus menerus diperlengkapi dengan daya kemampuan dan nilai-nilai
rujukan intelektual yang diperlukan untuk memahami dunia di sekelilingnya dan
untuk berperilaku bertanggungjawab dan berkeadilan.
C. Fungsi
Standar Kompetensi Lulusan
berfungsi sebagai:
1. kriteria
dalam menentukan kelulusan peserta didik pada setiap satuan pendidikan;
2.
rujukan
untuk penyusunan standar-standar pendidikan lainnya;
3.
arah
peningkatan kualitas pendidikan secara
mendasar dan holistik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
BAB II
PENYUSUNAN STANDAR KOMPETENSI LULUSAN
A. Pengertian
Penyusunan SKL menggunakan
sejumlah pengertian sebagai berikut:
1.
Kompetensi adalah kemampuan bersikap, berpikir, dan
bertindak secara konsisten sebagai perwujudan dari pengetahuan, sikap, dan
keterampilan yang dimiliki peserta didik.
2.
Standar Kompetensi adalah ukuran kompetensi minimal yang
harus dicapai peserta didik setelah mengikuti suatu proses pembelajaran pada satuan
pendidikan tertentu.
3.
Standar Kompetensi Lulusan adalah kualifikasi kemampuan
lulusan yang mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
4.
Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan (SKL-SP)
adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup pengetahuan, sikap, dan
keterampilan pada setiap satuan pendidikan yang terdiri dari satuan pendidikan
dasar (SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B) dan satuan pendidikan
menengah (SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK).
5.
Standar Kompetensi Kelompok Mata Pelajaran (SK-KMP)
adalah kualifikasi kemampuan lulusan pada setiap kelompok mata pelajaran yang
mencakup pelajaran: Agama dan Akhlak Mulia, Kewarganegaraan dan Kepribadaian, Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi, Estetika, dan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan, baik
untuk satuan pendidikan dasar maupun satuan pendidikan menengah.
B. Proses
Penyusunan SKL
dilakukan melalui tahapan kegiatan sebagai berikut:
- Pengkajian dokumen
- Diskusi-diskusi internal maupun eksternal
- Penyusunan draf SKL
- Validasi
- Uji publik
- Pelaporan
BAB III
STANDAR KOMPETENSI LULUSAN (SKL)
A. Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan (SKL-SP)
Standar Kompetensi Lulusan
Satuan Pendidikan (SKL-SP) meliputi:
1. SD/MI/SDLB/Paket A;
2. SMP/MTs./SMPLB/Paket B;
3. SMA/MA/SMALB/Paket C;
4. SMK/MAK.
Standar Kompetensi Lulusan Satuan
Pendidikan (SKL-SP) dikembangkan berdasarkan tujuan setiap satuan pendidikan,
yakni:
- Pendidikan Dasar, yang meliputi SD/MI/SDLB/Paket A dan SMP/MTs./SMPLB/Paket B bertujuan: Meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut
- Pendidikan Menengah yang terdiri atas SMA/MA/SMALB/Paket C bertujuan: Meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut
- Pendidikan Menengah Kejuruan yang terdiri atas SMK/MAK bertujuan: Meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya
Adapun Standar Kompetensi
Lulusan Satuan Pendidikan (SKL-SP) selengkapnya
adalah:
SD/MI/SDLB*/Paket A
- Menjalankan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan anak
- Mengenal kekurangan dan kelebihan diri sendiri
- Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungannya
- Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi di lingkungan sekitarnya
- Menggunakan informasi tentang lingkungan sekitar secara logis, kritis, dan kreatif
- Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, dan kreatif, dengan bimbingan guru/pendidik
- Menunjukkan rasa keingintahuan yang tinggi dan menyadari potensinya
- Menunjukkan kemampuan memecahkan masalah sederhana dalam kehidupan sehari-hari
- Menunjukkan kemampuan mengenali gejala alam dan sosial di lingkungan sekitar
- Menunjukkan kecintaan dan kepedulian terhadap lingkungan
- Menunjukkan kecintaan dan kebanggaan terhadap bangsa, negara, dan tanah air Indonesia
- Menunjukkan kemampuan untuk melakukan kegiatan seni dan budaya lokal
- Menunjukkan kebiasaan hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan memanfaatkan waktu luang
- Berkomunikasi secara jelas dan santun
- Bekerja sama dalam kelompok, tolong-menolong, dan menjaga diri sendiri dalam lingkungan keluarga dan teman sebaya
- Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis
- Menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca, menulis, dan berhitung
SMP/MTs/SMPLB*/Paket B
- Mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan remaja
- Memahami kekurangan dan kelebihan diri sendiri
- Menunjukkan sikap percaya diri
- Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungan yang lebih luas
- Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi dalam lingkup nasional
- Mencari dan menerapkan informasi dari lingkungan sekitar dan sumber-sumber lain secara logis, kritis, dan kreatif
- Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif
- Menunjukkan kemampuan belajar secara mandiri sesuai dengan potensi yang dimilikinya
- Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari
- Mendeskripsi gejala alam dan sosial
- Memanfaatkan lingkungan secara bertanggung jawab
- Menerapkan nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara demi terwujudnya persatuan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
- Menghargai karya seni dan budaya nasional
- Menghargai tugas pekerjaan dan memiliki kemampuan untuk berkarya
- Menerapkan hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan memanfaatkan waktu luang
- Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun
- Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat
- Menghargai adanya perbedaan pendapat
- Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis naskah pendek sederhana
- Menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sederhana
- Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti pendidikan menengah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar